Sejarah Batik Solo

Sejarah batik Solo tidak terlepas menurut imbas Keraton. Batik Solo bermula dalam masa Kerajaan Pajang lebih berdasarkan 4 abad yang kemudian. Seperti diketahui, kerajaan yg merupakan kelanjutan menurut dinasti Demak tadi memindahkan pemerintahannya dari Demak Bintoro ke Pajang.
Peran Dinasti PajangSeperti ditulis di kampoenglaweyan.com, Kyai Ageng Henis merupakan tokoh yang pertama kali memperkenalkan batik pada desa Laweyan yang saat itu masuk ke daerah kerajaan Pajang. Ki Ageng Henis adalah putra Ki Ageng Selo yang pula keturunan Brawijaya V. Beliau bermukim di desa Laweyan sejak tahun1546 M.
Ki Ageng Henis yang dikenal dengan Ki Ageng Laweyan merupakan “manggala pinatuwaning nagari” semasa Jaka Tingkir masih menjadi Adipati Pajang. Beliau merupakan kakek dari Danang Sutawijaya yang sebagai pendiri kerajaan Mataram .
Desa Laweyan yang terletak di tepi Sungai Laweyan ini, dulunya adalah pusat perdagangan Lawe (bahan baku tenun). Bahan standar kapas dipasok berdasarkan daerah Juwiring, Pedan dan Gawok. Proses distribusi barang di Pasar Lawe dilakukan melalui bandar Kabanaran yang tak jauh berdasarkan Pasar Lawe. Dulu masih ada banyak Bandar pada tepi sungai, seperti Bandar Kabanaran, & Bandar Laweyan. Melalui Bandar inilah yang menghubungkan Desa Laweyan menuju Sungai Bengawan Solo. Dari sinilah, batik terhubung menggunakan wilayah pesisir.
Batik Solo Era Keraton SurakartaBerdirinya Keraton Surakarta tahun 1745 turut mewarnai perkembangan Batik Surakarta. Berawal dari perpecahan Keraton Surakarta & Ngayogyakarta sebagai dampak berdasarkan perjanjian Giyanti tahun 1755. Seluruh pakaian kebesaran Mataram dibawa ke Keraton Yogyakarta. Sementara itu, PB III memerintahkan kepada para abdi dalem buat membuat sendiri motif batik Gagrak Surakarta.
Dari perintah itu rakyat berlomba-lomba buat menciptakan corak batik. Muncul poly motif batik yg berkembang pada rakyat. PB III pun mengeluarkan peraturan mengenai kain batik yg boleh dipakai di pada keraton. Ada beberapa motif eksklusif yg diizinkan buat dipakai di lingkungan keraton.“Ana dene kang arupa jejarit kang kalebu laranganingsun, bathik sawat, bathik parang lan bathik cemukiran kang calacap modang, bangun tulak, lenga teleng lan tumpal, apa dene bathik cemukiran kang calacap lung-lungan, kang sun wenangake anganggoa pepatihingsun lan sentananingsun dene kawulaningsun pada wedhia.”Adapun jenis kain batik yang aku larang, batik sawat, batik parang & batik cemukiran yg berujung misalnya paruh burung podang, bagun tulak, minyak teleng dan berujud tumpal dan pula batik cemukiran yg berujung lung (daun flora yg menjalar pada tanah), yang gw izinkan memakainya adalah patih & para kerabat aku. Sedangkan para kawula (warga ) tidak diperkenankan.Para abdi dalem bertugas buat merancang batik yg diperuntukkan bagi kepentingan keraton. Mereka poly yang tinggal pada luar keraton, sehingga terbentuklah komunitas perajin batik seperti pada Kratonan, Kusumodiningratan, Kauman maupun Pasar Kliwon. Bahan yang digunakan dan pewarnaan masih permanen menggunakan bahan lokal misalnya soga Jawa.
Batik Solo Awal Abad XXPada awal abad XX, batik menjadi keliru satu identitas perekonomian rakyat Jawa. Pada masa ini, batik sudah memasuki era industrialisasi & terbentuknya kelompok-kelompok para pedagang. Salah satu organisasi yang populer merupakan Sarekat Dagang Islam yg dipelopori sang KH Samanhudi. Beliau memiliki jaringan dagang yang kuat hingga ke Kudus, Surabaya, Gresik, Tuban, Cirebon, Bogor hingga ke Batavia dan luar Jawa. Salah satu distributornya merupakan HOS Cokroaminoto yg sebagai tokoh pada organisasi Sarekat Dagang Islam.
Berdirinya SDI dilatarbelakangi persaingan dagang antara orang-orang Cina dan Belanda. Organisasi ini memperlihatkan keberadaan rakyat pribumi Jawa Islam di tengah kekuasaan colonial Belanda. Sekaligus mempertahankan keberadaan batik yang sebagai salahsatu pilar ekonomi wargaJawa. Pada akhirnya SDI sebagai salahsatu organisasi perintis kemerdekaan Indonesia.Hingga sekarang Batik Laweyan Solo tetap terdapat. Para pengusaha Laweyan pernah mencapai kejayaan pada era 1970-an.Kini, Pemerintah Surakarta dua kampung batik di kota Solo, yakni kampong batik Laweyan & kampung batik Kauman, yg terletak di belakang Masjid Agung Surakarta. Salah satu pusat perdagangan batik yg populer merupakan Pasar Klewer.
Fatal error:Uncaught Error: Call to undefined function imagetypes() in /home/sentraba/public_html/batik.or.id/wp-content/plugins/contact-form-7/modules/really-simple-captcha.php:462Stack trace:#0 /home/sentraba/public_html/batik.or.id/wp-content/plugins/contact-form-7/modules/really-simple-captcha.php(63): wpcf7_generate_captcha(Array)#1 /home/sentraba/public_html/batik.or.id/wp-content/plugins/contact-form-7/includes/form-tags-manager.php(340): wpcf7_captchac_form_tag_handler(Object(WPCF7_FormTag))#2 /home/sentraba/public_html/batik.or.id/wp-content/plugins/contact-form-7/includes/form-tags-manager.php(269): WPCF7_FormTagsManager->scan_callback(Array, true)#tiga [internal function]: WPCF7_FormTagsManager->replace_callback(Array)#4 /home/sentraba/public_html/batik.or.id/wp-content/plugins/contact-form-7/includes/form-tags-manager.php(186): preg_replace_callback('/(\\[?)\\[(accept...', Array, '
Nama (dibutu...')#5 /home/sentraba/public_html/batik.or.id/wp-content/plugins/contact-form-7/includes/form-tags-manager.php in /home/sentraba/public_html/batik.or.id/wp-content/plugins/contact-form-7/modules/really-simple-captcha.php on line 462